LAPORAN PENDAHULUAN ABSES HEPAR
DAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABSES HEPAR
1.
ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR.
Hati adalah kelenjar
terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2 % berat badan orang
dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh
struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di
bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambunga, pancreas dan usus. Hati
memilikki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan
fungsional organ. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya
adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price,
2006).
Hati memiliki dua
sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica,
dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yyang masuk
adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Volume total
darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml. (Sylvia a. Price,
2006).
Hati adalah organ
metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini melakukan berbagai fungsi,
mencakup hal-hal berikut:
1.
Pengolahan metabolik kategori nutrient
utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah penyerapan mereka adalah saluran
pencernaan.
2.
Detoksifikasi atau degradasi zat-zat
sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.
3.
Sintesis berbagai protein plasma,
mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah, serta untuk
mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
4.
Penyimpangan glikogen, lemak, besi, tembaga,
dan banyak vitamin.
5.
Pengaktifan vitamin D.
6.
Pengeluaran bakteri dari sel-sel darah
merah yang usang berkat adanya makrofag residen.
7.
Ekskresi Kolesterol dan bilirubin
(Sherwood, 2001)
2.
PENGERTIAN ABSES HEPAR.
Abses hati adalah
bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur
maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan
cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau
invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan
organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses
berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas
setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan
nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah
hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah
rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
3.
ETIOLOGI.
Abses hati dibagi atas
dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
a.
Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa
spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan
usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya
sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala
invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan
non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam
feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk
kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran
10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan
mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak,
mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
b.
Abses hati piogenik
Infeksi terutama
disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli.
Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris,
dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides,
aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru
W Sudoyo, 2006).
4.
PATOFISIOLOGI.
a.
Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab
utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang
terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada
dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen.
Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat
diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara
lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan
nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2
mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
1.
strain E.hystolitica ada yang patogen
dan non patogen.
2.
secara genetik E.hystolitica dapat
menyebabkan invasi tetapi tergantung
pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna
terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1.
penempelan E.hystolitica pada mukus
usus.
2.
pengerusakan sawar intestinal.
3.
lisis sel epitel intestinal serta sel
radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated yand disebabkan enzim
atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit
tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4.
penyebaran ameba ke hati. Penyebaran
ameba dari usus ke hati sebagian besar
melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai
nekrosis dan infiltrasi granulomatosa.
Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi
berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50%
amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W
Sudoyo, 2006)
Skema
bagan Terjadinya Amoebiasis hepar :
(Bagan
patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi, Fakultas
Kedokteran Unibraw Malang 2003)
PATHWAY ABSES HEPAR
Skema
bagan Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah :
(Bagan
pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000)
Penjelasan
Amuba
yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi
Kerusakan
jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
Infeksi
pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola
tidur.
Abses
menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Metabolisme
nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat
terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis
b.
Abses hati piogenik
Abses hati piogenik
dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1.
Vena porta yaitu infeksi pelvis atau
gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
2.
Saluran empedu merupakan sumber infeksi
yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu
seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali
saluran empedu kongenital.
3.
Infeksi langsung seperti luka penetrasi,
fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4.
Septisemia atau bakterimia akibat
infeksi di tempat lain.
5.
Kriptogenik tanpa faktor predisposisi
yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
5.
TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS.
Keluhan awal:
demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat
badan, keringan malam, diare, demam
(T > 38°), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus,
asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
Dicurigai adanya AHP
apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas,
yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain
yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok.
Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi
atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan
berat badan yang unintentional. http://adriananers.blogspot.com/2011/12/abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
Abses
adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses
yang disebut peradangan.
Awalnya,
seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya
pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air,
darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata merah.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari
pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan
sakit-ciri peradangan
http://cwechadel.blogspot.com/2012/01/askep-abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
6.
PENATALAKSANAAN.
1.
Medikamentosa
Derivat nitroimidazole
dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini
dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat
pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari
dan ditambah dengan ;
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan
diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari
intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
2. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
1. Respon terhadap medikamentosa setelah 5
hari tidak ada.
2. Abses di lobus kiri karena abses disini
mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.
3. indakan pembedahan
3. Pembedahan dilakukan bila :
1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2. Abses yang jelas menonjol ke dinding
abdomen atau ruang interkostal.
3. Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi
tidak berhasil.
4. Ruptur abses ke dalam rongga intra
peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik
tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi. http://lombokraizaltravel.blogspot.com/2011/04/abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Menurut Julius, ilmu
penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a.
Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi
antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan faal hati.
b.
Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan,
berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c.
Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali,
gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
d.
Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan
diafragma.
e.
Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan
superior, tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma.
f.
Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi
terhadap kuman.
Menurut
Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara :
a. Kemotrapi
Obat-obat
dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif
diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
b. Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak
toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya dilakukan pada ancaman ruktur atau
gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan
USG. http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
8.
PROGNOSIS.
1.
Virulensi parasit
2.
Status imunitas dan keadaan nutrisi
penderita
3.
Usia penderita, lebih buruk pada usia
tua
4.
Cara timbulnya penyakit, tipe akut
mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk
bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti
emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab
kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
http://lombokraizaltravel.blogspot.com/2011/04/abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
9.
KOMPLIKASI.
Komplikasi yang paling
sering adalah berupa rupture abses sebesar
5 – 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura,
paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat
terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
http://munajat96.blogspot.com/2012/03/lp-abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
Dapat
juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan
komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga
atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke
pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan
organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur
kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah
sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan
gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
http://lombokraizaltravel.blogspot.com/2011/04/abses-hepar.html
di akses pada tanggal 7 April 2013.
10.
KONSEP KEPERAWATAN.
PENGKAJIAN
Adalah pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan
perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar
pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya
kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi,
menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi,
Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap
pekat.
d. Makanan/cairan,
menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat
mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema,
kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori,
menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan,
menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku
berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan,
menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h.
Keamanan, menunjukkan adanya
pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma spider, eritema.
i. Seksualitas,
menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.
11.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.
Menurut Doenges,E.M
(2000), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar meliputi :
a. Pola napas, tidak efektif berhubungan
dengan Neuromuskular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif.
b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir
berhubungan dengan perubahan kimia: penggunaan obat-obat farmasi.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi
terhadap pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses/prosedur medis/adanya
rasa mual).
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan
pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan interupsi mekanisme pada kulit/jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan
luka oprasi dan prosedur invasif.
g. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan
dengan proses penyakit, efek hospitalisasi, perubahan lingkungan
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan.
12.
INTERVENSI KEPERAWATAN.
Intervensi /
Perencanaan berdasarkan Doenges,E.M (2000) perawatan pasien pasca operatif :
a.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan ketidakseimbangan perseptual/kognitif.
Tujuan : pola pernapasan normal/efektif
dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi :
1) Pertahankan jalan udara pasien
memiringkan kepala
2) Auskultasi suara napas.
3) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan,
pemakaian otot-otot bantu pernapasan.
4) Pantau tanda-tanda vital secara
terus-menerus.
5) Lakukan gerak sesegera mungkin
6) Observasi terjadinya yang berlebih
7) Lakukan penghisapan lendir bila perlu
8) Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan terapi sesuai instruksi
b.
Perubahan persepsi/sensori: proses pikir
berhubungan dengan penggunaan obat-obatan farmasi.
Tujuan: meningkatnya tingkat kesadaran
Intervensi:
1) Orientasikan kembali pasien secara
terus-menerus setelah keluar dari pengaruh anestasi.
2)
Bicara dengan pasien dengan suara yang jelas dan normal.
3)
Minimalkan diskusi yang bersifat negatif.
4)
Gunakan bantalan pada tepi lakukan pengikatan jika perlu.
5)
Observasi akan adanya halusinasi, depresi dan lain-lain.
6)
Pertahankan lingkungan tenang dan nyaman.
c.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/prosedur
medis/adanya rasa mual)
Tujuan: terdapat keseimbangan cairan
yang adekuat.
Intervensi:
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
2) Kaji pengeluaran urinarius, terutama
untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Catat munculnya mual/muntah, riwayat
pasien mabuk perjalanan.
5) Periksa pembalut, alat drein pada
interval regular, kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
6) Berikan cairan parenteral, produksi darah
dan/atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkat kecepatan IV jika
diperlukan.
7) Berikan kembali pemasukan oral secara
berangsur-angsur sesuai petunjuk.
8) Berikan antiemetik sesuai kebutuhan.
d.
Nyeri berhubungan dengan gangguan pada
kulit, jaringan dan integritas otot, trauma musculoskeletal/tulang, munculnya
saluran dan selang.
Tujuan: rasa nyeri/sakit telah
terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan beraktifitas sesuai
kemampuan.
Intervensi:
1) Kaji skala nyeri, intensitas, dan
frekuensinya.
2) Evaluasi rasa sakit secara regular.
3) Kaji tanda-tanda vital.
4) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang
mungkin sesuai prosedur operasi.
5) Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
6) Dorong penggunaan teknik relaksasi.
7) Berikan obat sesuai petunjuk.
e.
Kerusakan integeritas kulit berhubungan
dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan kesehatan.
Tujuan: klien memperlihatkan tindakan
untuk meningkatan metabolik.
Intervensi:
1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara
fungsional
2) Letakkan klien pada posisi tertentu.
3) Pertahankan kesejahteraan tubuh secara
fungsional.
4) Bantu atau tindakan untuk melakukan
latihan rentang gerak.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat.
6) Pantau haluaran urine.
f.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
luka operasi dan prosedur invasif.
Tujuannya; tidak terdapat tanda-tanda
dan gejala infeksi
Intervensi:
1. Berikan perawatan aseptik dan anti
septik, pertahankan cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan (luka jahitan) daerah yang terpasan alat invasif.
3. Pantau seluruh tubuh secara teratur,
catat adanya demam, menggigil dan diaforesis
4. Awasi atau jumlah penggunjung
5. Observasi warna dan kejarnya uring
6. Berikan anti biotik sesuai indikasi
g.
Gangguan kebutuhan istrahat tidur
berhubungan dengan perubahan lingkungan dan efek hopitalisasi.
Tujuan: kebutuhan
istrahat dapat terpenuhi
Intervensi:
1. Kaji kemampuan dan kebiasaan tidur klien
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dengan
beberapa barang milik pribadinya contoh : Sarung, guling
3. Dorong aktifitas ringan
4. Intruksikan tindakan relaksasi
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani.
6. Awasi dan batasi jumlah penggunjung.
h.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi/situasi, pragnosis kebutuhan pengobatan.
Tujuan: Menyatakan,
pemahaman proses penyakit/pragnosis.
Intervensi:
1. Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus
yang dilakukan dan harapan masa dating.
2. Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi
penggunaan resep.
3. Indentifkasi keterbatasan aktivitas
khusus.
4. Jadwalkan priode istirahat adekuat.
5. Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
6. Libatkan orang terkenal dalam program
pengajaran. Menyediakan instruksi tertulis/materi pengajaran.
7. Ulangi pentingnya diita nutrisi dan
pemasukan cairan adekuat.
PELAKSANAAN
Prinsip tindakan yang mendasari penanganan
diagnosa keperawatan yang dapat timbul, adalah:
a. Mempertahankan
pola nafas efektif
b. Mempertahankan
tingkat kesadaran klien
c. Mempertahankan
keseimbangan cairan
d. Menerapkan
manajemen nyeri
e. Mencegah
terjadinya infeksi
f. Mempertahankan
dan meningkatkan kebutuhan istrahat
g. Meningkatkan
pengalaman pasien tentang proses penyakit dan prognosis.
EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan adalah :
Pola napas efektif
Kesadaran klien stabil
Volume cairan adekuat
Berkurang atau hilangnya nyeri
Infeksi tidak terjadi
Kebutuhan istrahat klien dapat terpenuhi
Klien dapat memahami tentang proses penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006).
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1
Edisi Empat. Jakarta : Balai
Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. (
2000 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Doenges,
E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono,
dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland.
Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer,
Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta
Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. Halaman
512.
Microsoft Encantta
Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Sherwood.
(2001). System Pencernaan, dalam
Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta : EGC. Halaman 565.
Sylvia
a. Price. (2006). Gangguan System Gastro
Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC.
Halaman 472-474.
Abses
hepar. (online). http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2009/07/abses-hepar.html.
Diakses 13 Maret, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar